Bisnis.com, JAKARTA - Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI meminta Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta (Dishubtrans) kaji ulang penetapan tarif parkir di kawasan Balai Kota dan Kantor DPRD DKI Jakarta.
Hal itu diungkapkan sejumlah anggota Banggar dalam Rapat Kebijakan Umum Anggaran - Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 di Gedung DPRD DKI, Rabu (16/9/2015) malam.
"Soal parkir di DPRD, Kami tidak mengerti kenapa harus begini. Coba dijelaskan, apa yang terjadi di wilayah otoritas DPRD ini," ujar Pantas Nainggolan, anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan.
Kepala Dishubtrans DKI Andri Yansyah lantas menerangkan bahwa kebijakan tersebut datang dari sejumlah permohonan untuk menertibkan parkir liar.
"Iya Kami ini bekerja berdasarkan permohonan saja Pak. Ada permohonan dari Sekwan untuk menertibkan parkir liar, jadi ini supaya tertib saja Pak," ungkap Andri.
Pimpinan Banggar Mohamad Taufik lantas menyatakan pula kepada Andri terkait penetapan tarif yang mulai berlaku 21 September 2015 mendatang tengah mengganggu pikiran sejumlah anggota dewan.
"Kan ada tulisannya tuh pak, mulai tanggal 21 September mulai bayar. Nah, itu menganggu pikiran Dewan Pak," ucap Taufik diikuti tawa sejumlah anggota Banggar.
Andri lalu menjelaskan bahwa tarif yang dikenakan untuk parkir adalah Rp11.000 per bulan. Anggota dewan akan memakai kartu tap parkir yang gratis. Kartu hanya berlaku untuk data kedatangan mobil dalam arena parkir.
"Untuk masyarakat kami terapkan sejam pertama gratis, sejam berikutnya bayar sesuai ketentuan," jawab Andri.
Taufik pun menambahkan anggota Dewan mengkhawatirkan masyarakat DKI yang mau datang ke Gedung DPRD DKI harus bayar parkir.
Anggota Banggar lainnya, Syahrial, dari Fraksi PDI Perjuangan mengatakan bahwa filosofi Gedung DPRD adalah rumah rakyat. Menurutnya kurang pantas jika rakyat dikenakan biaya lagi untuk masuk ke rumahnya sendiri.
"Gini Pak, filosofinya Gedung DPRD itu rumah rakyat Pak. Masa mau masuk saja harus bayar?," tutur Syahrial.
Taufik lalu meminta Andri agar kembali mengkaji rencana tersebut. DPRD DKI tidak ingin masyarakat yang mau datang menyampaikan aspirasi dan masalah ke DPRD harus menggelontorkan uang. []