Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Atur Remunerasi PNS DKI, Ahok Klaim Hemat Rp2,3 Triliun

Pemerintah Provinsi DKI mengklaim dapat menghemat hingga Rp2,3 triliun dengan pengaturan sistem gaji pegawai negeri sipil.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama/
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama/

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim dapat menghemat hingga Rp2,3 triliun dengan pengaturan sistem gaji pegawai negeri sipil.

Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengatakan dengan reformasi birokrasi dan pengaturan ulang sistem remunerasi yang diterapkan mulai 2015. Caranya, dengan menghapuskan bonus pelaksanaan kegiatan-kegiatan.

"Tahun depan udah enggak ada lagi honor-honor kegiatan. Itu kita hemat Rp2,3 triliun," ujar Ahok, sapaan akrabnya di Balai Kota, Jumat (12/12/2014).

Sistem baru remunerasi ini, kata Ahok, diberlakukan menggunakan penilaian kinerja dinamis. Dengan demikian, lama kelamaan Pemprov akan menerapkan sistem penilaian PNS seperti pegawai swasta yaitu membebankan banyak tugas tapi sekaligus mendapat gaji yang lebih tinggi.

Pasalnya, PNS golongan terendah di DKI dapat mengantongi Rp12 juta per bulan. "Jadi lama-lama kita [Pemprov DKI] mirip swasta. Gaji dia gede tapi kerja terus," tambahnya.

Lebih lanjut, penilaian akan dilihat dari kualitas kerja. Jika target kerja tak tercapai, pejabat struktural langsung menduduki jabatan fungsional.

Hal ini dilakukan dengan cara evaluasi secara berkala setiap tiga bulan. Selain itu, pihaknya akan menggerakkan survei kepuasan pelayanan. Jika dari hasil survei menunjukkan ada masyarakat yang tak puas, pihaknya langsung memanggil dinas terkait.

"Kita juga minta tiap 3 bulan ada survei kepuasan pelayanan dari warga DKI, mana yang enggak puas? Kalau ada yang enggak puas, kita panggil dinasnya," jelasnya.

Mantan Bupati Belitung Timur itu menuturkan lelang terbuka jabatan sangat menentukan kinerja PNS. Dia pun tak mempermasalahkan bila pejabat eselon II memilih sendiri bawahannya.

Bahkan meskipun nanti akhirnya hanya orang terdekat yang dipilih, dia tetap mengizinkan. Dengan catatan, kesemuanya memiliki kinerja yang baik. Tujuannya, agar tak ada lagi program yang terhambat pegawai di bawahnya.

"Saya enggak mau lagi ada alasan dihambat oleh staf. Boleh enggak nge-geng grup kamu? Boleh. Tapi begitu kinerja enggak beres, stafkan," katanya.

Ketika dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan prinsip pemberian gaji dan tunjangan tetap harus melihat sisi jumlah PNS dan beban tugas.

Jika tidak, katanya, akan menimbulkan pembengkakan anggaran belanja tidak langsung dari komponen pegawai. Meskipun, Pemprov memiliki kemampuan untuk memberi gaji dan tunjangan PNS lebih besar.

"Antara beban tugas dengan jumlah orang yang mengerjakan bidang tugas itu ada perbandingan lurus," katanya.

Dia menganggap nilai gaji dan tunjangan pun harus mementingkan aspek keadilan. Dia mengkhawatirkan kalau nantinya semua berlomba untuk menjadi PNS di lingkungan Pemprov DKI. Oleh karena itu, sebelum akhirnya diterapkan harus ada kajian terlebih dahulu.

"Harus dilihat seberapa efektif, rasional, patut dan wajarnya. Satu sisi perhatikan otonomi dan keadilan," ucapnya.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah I Made Karmayoga mengatakan perampingan yang dilakukan pada penghujung tahun akan memangkas 751 posisi.

Ini ditujukan untuk mengefisiensikan besaran anggaran belanja rutin yaitu maksimum 22% dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) serta memaksimalkan sumber daya manusia. Alokasi inilah yang harus dijaga sehingga beban pengeluaran dari pos pembayaran gaji tak membengkak.

"Kami kan harus menjaga untuk kisaran alokasi belanja itu maksimal 22% dari APBD. Jadinya lebih efisien dengan cara ini," katanya.

Dari data yang tercatat di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) 2014, objek belanja pegawai pada komponen belanja tidak langsung bernilai Rp13,07 triliun dari total pagu Rp72,90 triliun.

Sedangkan, pada Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) 2015 naik menjadi Rp16,5 triliun dari total Rp76,9 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor :

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper