Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pilu dan Realita Kebakaran yang Membayangi Jakarta

Kebakaran di Jakarta bukan semata karena korsleting listrik atau kelalaian. Kepadatan pemukiman hingga sarana pemadam yang kurang memadai berpengaruh besar.
Ilustrasi peristiwa kebakaran. / dok ANTARAFOTO
Ilustrasi peristiwa kebakaran. / dok ANTARAFOTO

Bisnis.com, JAKARTA — Jakarta kembali diselimuti kabar duka akibat kebakaran. Peristiwa terbaru terjadi di Bukit Duri, Jakarta Selatan, yang merenggut nyawa empat anak berusia 3 hingga 11 tahun.

Salah satu kisah memilukan datang dari keluarga Rosul (33), seorang pengemudi JakLingo. Dua dari empat anaknya meninggal dunia dalam kebakaran tersebut. Saat kejadian, Rosul sedang bertugas mengemudikan angkutan JakLingo.

Rosul bercerita, satu anak mereka memang sudah terlebih dahulu keluar dari kontrakan sebelum kejadian. Namun, sang istri dan ketiga anaknya berada di kontrakan kala kebakaran terjadi.

Sang istri berusaha menyelamatkan diri bersama ketiga anak. Dia menggendong anaknya yang paling kecil untuk melompat lewat jendela lantai dua. Dua anaknya juga diajak untuk ikut melompat untuk menyelamatkan diri. 

“Katanya yang kecil dulu digendong. Yang dua, ‘ayo ikut Mama’. [tapi kedua anaknya menjawab] ‘enggak’,” tutur Rosul, menyampaikan cerita sang Istri saat kejadian tersebut, ketika ditemui oleh Bisnis di lokasi pada Minggu (20/7/2025).

Kedua anak yang meninggal adalah anak perempuan berusia 4 dan 7 tahun. Rosul sendiri mendapatkan kabar tersebut setelah sang istri berusaha mendatanginya ke pinggir jalan.

“Rumah kebakaran, anak masih di dalam,” ujar sang Istri mengabarkan kepada dirinya.

Begitu menerima kabar itu, Rosul langsung bergegas ke kontrakannya. Namun, api sudah terlanjur membesar.

Didominasi oleh Korsleting Listrik

Peristiwa seperti ini bukan kali pertama terjadi di Jakarta. Dalam kunjungannya ke lokasi, Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno mengungkapkan bahwa 90% kebakaran di Ibu Kota disebabkan oleh korsleting listrik.

“Artinya lebih kebanyakan karena kelalaian kita sendiri. 90% kebakaran di Jakarta diakibatkan konsleting listrik,” kala meninjau langsung di lokasi pada Minggu (20/7).

Selain itu, Dia juga menyoroti karakteristik permukiman di Jakarta, seperti kabel-kabel listrik yang semrawut serta banyaknya bangunan rumah yang masih berbahan kayu.

Sebab demikian, dia menuturkan bahwa Pemprov Jakarta memiliki program untuk memberikan APAR di setiap RT/RW. Namun, untuk mencegah kebakaran lebih lanjut, menurutnya harus juga memiliki kesadaran dari masyarakat itu sendiri.

“Minimal kalau kelar misalnya masak nasi atau apa, ngecas HP, dicabut lah. Supaya tidak terlalu lama, lama-lama akan panas juga,” ujarnya. 

Kompleksitas Masalah Urban

Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono juga berpendapat bahwa kebakaran di Jakarta tidak semata disebabkan korsleting listrik atau kelalaian. Menurutnya, musibah kebakaran mencerminkan kompleksitas masalah urban yang lebih dalam.

Masalah tersebut mencakup tingginya kepadatan permukiman, buruknya instalasi listrik, minimnya edukasi kebakaran, serta belum meratanya sarana pemadaman kebakaran.

Oleh karena itu, Komisi A merekomendasikan agar Pemprov Jakarta memperluas pembangunan pos pemadam kebakaran, terutama di wilayah padat penduduk dan rawan kebakaran, guna meningkatkan kecepatan respons darurat.

“Saat ini Pom Pemadam baru sekitar 170-an dari idealnya 1 pos pemadam di setiap kelurahan.  Tahun ini direncanakan penambahan 7 pos pemadam,” jelasnya dalam keterangan tertulis, Minggu (20/7/2025).

Selain itu, karena sebagian besar kebakaran disebabkan oleh korsleting, razia gabungan antara Dinas Gulkarmat, PLN, dan pihak kelurahan harus dilakukan secara berkala.

Penting juga dilakukan inventarisasi dan pemanfaatan aset lahan pemerintah untuk pembangunan Hidran Mandiri, terutama di wilayah yang tidak memungkinkan dilalui mobil pemadam kebakaran, sebagai alternatif jika kendaraan pemadam kesulitan menjangkau lokasi.

Edukasi dan pelatihan kebakaran juga perlu ditingkatkan di berbagai lapisan masyarakat, termasuk komunitas warga seperti Relawan Kebakaran (Redkar), sekolah, dan kampus.

Program satu APAR satu RT juga didukung oleh Komisi A. Namun efektivitasnya bergantung pada aspek pemeliharaan, pengawasan, serta pelatihan warga. Pelatihan langsung dalam bagaimana cara menggunakan APAR secara benar juga perlu dilakukan oleh warga.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro