Bisnis.com, JAKARTA - PT Jakarta Monorail (JM), perusahaan di bawah bendera Ortus Holdings milik pengusaha Edward Soeryadjaya, mengusulkan nilai jaminan pelaksanaan proyek transportasi massal berbasis rel tunggal (monorel) sebesar 0,5% dari total nilai investasi.
Dengan total nilai investasi sekitar US$1,5 miliar (Rp15 triliun), berarti Jakarta Monorail hanya siap menyediakan dana sekitar Rp75 miliar guna menjamin pelaksanaan megaproyek yang diluncurkan ulang pada Oktober 2013 tersebut.
Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta Sarwo Handayani mengatakan nilai jaminan tersebut jauh lebih kecil dari permintaan Pemprov DKI yang sebesar 5%. “Mereka [Jakarta Monorail] mengusulkan [nilai jaminan] 0,5%, tapi itu belum kami sepakati,” ujarnya, Kamis (20/2/2014).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI, Andi Baso menjelaskan alasan Jakarta Monorail memberikan jaminan proyek senilai 0,5% tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 70/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Manajemen Jakarta Monorail beranggapan nilai jaminan sebesar 5% yang ditetapkan Pemprov DKI tidak cocok diterapkan pada proyek monorel yang menggunakan skema public private partnership (PPP). Dalam skema ini, kisaran nilai jaminan berkisar 1%-1,5% dari nilai proyek.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menekankan tentang persyaratan baru pembangunan monorel melalui skema perjanjian kerja sama dengan Jakarta Monorail. “
Kalau mereka enggak mau tanda tangan ya berarti dia [Jakarta Monorail] enggak mampu membangun proyek monorel ini,” katanya.
Menurutnya, jika tidak ada kesepakatan kerja sama maka proyek monorel berpotensi tidak direalisasikan. “Bagi kami sederhana saja. Kalau Anda bersedia membangun monorel berarti dapat dipastikan proyek ini layak untuk bisnis. Akan tetapi kalau enggak ada yang mau ya berarti tidak layak dibangun,” tuturnya.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Ellen Tangkudung berpendapat nilai jaminan proyek monorel sebesar 5% dari total investasi, sebagai hal yang wajar. “Nilai jaminan itu menunjukkan perusahaan tersebut bisa dipercaya atau tidak untuk merealisasikan proyek.”