Alasan kedua, akibat pengaturan norma yang diskriminatif itulah warga kemudian telah dirugikan.
“Warga telah kehilangan akses untuk mendapatkan layanan air yang terjangkau bagi kehidupannya yang disebabkan oleh pembatasan yang diskriminatif yang diatur di dalam peraturan Gubernur No. 16 Tahun 2020,” tuturnya.
Ijek menilai, muatan dari peraturan tersebut telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, melanggar hak asasi manusia terutama akses warga terhadap hak atas air dan telah menyebabkan warga DKI Jakarta membayar mahal kebutuhan airnya bahkan lebih besar dari tarif yang dikenakan bagi pabrik, mal, Ancol, sampai tarif air di Pelabuhan Tanjung Priok.
Syarat tersebut bersifat diskriminatif, karena membedakan perlakuan untuk layanan penyambungan dan air minum hanya untuk warga yang memiliki bukti kepemilikan hak atas tanah.
“Hak atas air adalah hak yang bersifat inklusif, artinya layanan atas air yang dilakukan oleh Negara muncul semenjak manusia lahir ke dunia,” tegas Ijek.