Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mesti mempersiapkan beragam kemungkinan yang tak murah, terkait penanganan pandemi Virus Corona (Covid-19) di Jakarta.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menjelaskan bahwa beberapa langkah Anies sebelumnya memang patut diapresiasi. Namun, batu loncatan berikutnya terkait penanganan Covid-19 sudah menunggu di depan mata.
Menurut Roy, upaya yang patut diacungi jempol yaitu keputusan Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) Rp54 miliar demi penanggulangan Covid-19. Serta, berani cepat menetapkan Status Jakarta sebagai Tanggap Darurat Bencana Covid-19.
Dalam hal ini, artinya Pemprov DKI Jakarta sejak awal telah memberikan kepastian hukum agar tepat administrasi anggaran, untuk mempersiapkan realokasi belanja yang belum perlu untuk digunakan terlebih dahulu dalam penanganan Covid-19.
Oleh sebab itu, Roy berharap Pemprov DKI Jakarta bisa cepat melakukan pengkajian anggaran yang dibutuhkan, "Meneliti, menghitung, mengkaji kebutuhan berapa, untuk apa saja. Ini penting diungkap ke publik sebagai transparansi, supaya masyarakat juga tenang," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (24/3/2020).
"Mekanisme atau instrumen kebijakan sudah ada di Peraturan Menteri Keuangan No 6/2020, daerah bisa mengalokasikan BTT dalam kondisi darurat, di Permendagri No 20/2020 juga. Sekarang, tinggal Pemprov DKI bisa cepat atau tidak," tambahnya.
Namun demikian, memang ada beberapa kemungkinan yang patut diperhatikan. Oleh sebab itu, koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus solid dan jelas terlebih dahulu.
"Jangan ambigu kewenangan pusat dan daerah. Harus pas. Siapa yang meng-handle pengadaan alat pelindung diri, rumah sakit, dan lain-lain di sektor penanganan. Siapa yang upaya pencegahan, itu harus juga ada dalam penelitian, dibagi. Misalnya buat sosialisasi, bantuan buat masyarakat, dan menggaransi perekonomian masyarakat," jelasnya.
Roy mencoba mengkalkulasi apabila penanganan Covid-19 seutuhnya dibebankan ke daerah. Misalnya, untuk pengadaan infrastruktur dan sarana-prasarana kesehatan, insentif bagi perusahaan dan pekerja yang terdampak pandemi, dan upaya mengembalian perekonomian rakyat dalam situasi lockdown.
"Untuk jangka waktu satu bulan maka anggaran yang dibutuhkan itu sekitar Rp7 triliun sampai Rp14 triliun. Kalau untuk DKI Jakarta artinya sekitar 8 sampai 16 persen dari belanja daerahnya," ungkap Roy.
"Kalau sisi fiskal, sebenarnya DKI Jakarta tidak terlalu bermasalah karena anggarannya besar, sudah tersedia. Silpa [Sisa Lebih Perhitungan Anggaran] setiap tahun saja besar, lebih dari Rp7 triliun. Tinggal apakah gubernur mau memilih APBD tahun ini fokus menangani dampak Covid-19," tambahnya.
Menurut Roy, Pemprov DKI Jakarta bisa mengalihkan belanja nonprioritas dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait penanggulangan Covid-19, misalnya untuk Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga bisa memanfaatkan BTT yang belum terpakai, dan dana perimbangan dari transfer pemerintah pusat untuk daerah yang telah dijanjikan oleh Menteri Keuangan.
Terkait hal ini, Roy berharap pemerintah pusat pun mampu menjamin pencairan dana transfer ke daerah dengan cepat, "Karena untuk daerah di luar Jakarta, kita tidak tahu mereka punya kas atau tidak. Jadi butuh pencairan cepat menilik kecenderungan ketergantungan daerah pada dana perimbangan itu masih tinggi."
Upaya Pemprov DKI Jakarta
Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan anggaran BTT dalam APBD 2020 sebesar Rp54 miliar untuk penanganan Covid-19.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi DKI Jakarta Edi Sumantri sebelumnya menjelaskan apabila menilik bujet BTT sebesar Rp188 miliar dikurangi penggunaan dapur umum ketika Banjir Jakarta Rp4 miliar, maka sisa anggaran BTT yang masih bisa dimanfaatkan, yakni Rp120 miliar.
Terkini, menurut beleid Instruksi Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta No 24 Tahun 2020 tentang Input Perubahan Anggaran Mendahului Perubahan APBD T.A. 2020, beberapa anggaran darurat akan ditambah untuk penanganan Covid-19.
Di antaranya untuk Dinas Kesehatann yakni investigasi penyakit berpotensi kejadian luar biasa (KLB) menjadi Rp10,1 miliar, pelayanan kesehatan terstandar dalam KLB menjadi RpRp7 miliar, penyediaan fasilitas kesehatan menjadi Rp33 miliar, dan perbekalan kesehatan pakai habis seperti alat pelindung diri (APD) menjadi Rp69,4 miliar.
Sementara untuk RSUD Cengkareng yang merupakan salah satu RS rujukan Covid-19, Pemprov DKI menambahkan anggaran untuk pengadaan alkes (Rp59,5 miliar), perbekalan kesehatan pakai habis (Rp17,2 miliar), pengadaan peralatan kebersihan kantor (Rp8,2 miliar), penyediaan obat dan bahan farmasi (Rp26,8 miliar) serta penyediaan ATK (Rp8 miliar).
Selain itu, perbekalan pakai habis seperti APD juga digelontorkan untuk Labkesda DKI Jakarta menjadi Rp3,4 miliar dan Ambulans Gawat Darurat (AGD) Rp2,4 miliar, di samping modifikasi ambulans AGD dan modifikasi ambulans eksisting untuk membawa pasien infeksi Rp16 miliar.
Penambahan anggaran yang signifikan tercatat diberikan untuk BPBD DKI yang sebelumnya Rp197,9 juta menjadi Rp920,4 juta demi menambah kegiatan piket siaga kebencanaan.
Terakhir, anggaran unit pengelola Jakarta Smart City dan Diskominfotik DKI Jakarta yang ikut membantu akses informasi dan kampanye penanggulangan pandemi Covid-19 akan ditambah dari semula Rp74,4 miliar menjadi Rp74,6 miliar.
Biaya Penanganan Corona di DKI Minimal Rp7 Triliun, Bagaimana Gubernur Anies Utak-atik APBD?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mesti mempersiapkan beragam kemungkinan yang tak murah, terkait penanganan pandemi Virus Corona (Covid-19) di Jakarta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Sutarno
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
27 menit yang lalu