Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBD-P DKI 2017 : Anggaran Pengadaan Lahan RPTRA Dimatikan

Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah - Perubahan (APBD-P) 2017 menghapus anggaran pengadaan lahan untuk Ruang Publik Terbuka Ramah Anak senilai Rp250 miliar yang dialokasikan kepada lima kota administrasi di DKI Jakarta.
APBD DKI Jakarta/Antara
APBD DKI Jakarta/Antara

Bisnis.com, JAKARTA--Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah - Perubahan (APBD-P) 2017 menghapus anggaran pengadaan lahan untuk Ruang Publik Terbuka Ramah Anak senilai Rp250 miliar yang dialokasikan kepada lima kota administrasi di DKI Jakarta.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengatakan penghapusan anggaran pengadaan lahan untuk RPTRA tidak akan menghentikan keberlangsungan pembangunan dan akan tetap berlanjut di 2018.

"Sudah kita anggarkan di KUA-PPAS, adapun lokasinya masih bisa ditambahkan seusai dengan ketersediaan lahan yang ada melalui optimalisasi aset pemprov," ujarnya di Balai Kota, Senin (28/8/2017).

Menurut Tuty, lahan yang akan dibebaskan bukan opsi satu-satunya sumber lahan untuk fungsi RPTRA karena masih ada lahan milik Pemprov DKI yang masih bisa dioptimalkan jika luasnya memenuhi syarat.

Sebab penghapusan anggaran tersebut dikatakan Tuty berasal dari beberapa kesalahan pada pengisian e-komponen oleh SKPD terkait, kesalahan pengisian nomor kode rekening di KUA-PPAS APBD-P 2017 dan isu mengenai kapasitas walikota dalam hal wewenang pembebasan lahan.

Tuty sempat mengatakan faktor terjadinya penghentian program tersebut disebabkan oleh susunan organisasi tata kerja (SOTK) tidak mendukung.

Dalam Pergub 286 Tahun 2016 dijelaskan bahwa wali kota hanya memfasilitasi pengadaan lahan, bukan sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam membebaskan lahannya sehingga menyimpang dari tupoksi walikota.

Tuty menjabarkan Pergub tersebut merupakan turunan dari PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi Perangkat Daerah.

Padahal Mei lalu, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat baru saja menandatangani Keputusan Gubernur 988 tahun 2017 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur 2591/2016 tentang Pendelegasian Wewenang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak kepada Walikota.

Perubahan tersebut menyatakan bahwa wewenang pengadaan tanah untuk fungsi RPTRA didelegasikan kepada walikota.

Menanggapi penghapusan anggaran tersebut, Djarot berkesimpulan ada unsur kesengajaan karena menurutnya untuk penyediaan lahan tersebut dilakukan untuk pembangunan di TA2018.

"Saya kaget itu enggak bisa dieksekusi karena salah nomenklatur, kan aneh. Kayak enggak pernah bebasin lahan aja sampai salah masukin nomenklatrur. Atau karena ada koordinasi dengan misalnya tim sinkronisasi, saya enggak tahu," ujarnya.

Djarot memastikan program RPTRA tetap akan dilanjutkan mengikuti target pembanguan 100 RPTRA di 2017 yang memanfaatkan dana APBD dan CSR.

Djarot juga tidak mempermasalahkan kepada siapa wewenang pembebasan lahan diberikan.

Menurutnya walikota lebih paham mengenai area yang akan dibangun menjadi RPTRA apakah sudah memenuhi persyaratan serta tujuan prioritas kebutuhannya.

Tanggapan Tim Sinkronisasi

Tim Sinkronisasi Anies-Sandi memastikan tidak pernah melakukan koordinasi baik dengan SKPD di Pemprov maupun DPRD DKI Jakarta untuk penghapusan nomenklatur lahan RPTRA.

Juru bicara Anies-Sandi, Naufal Firman Yursak mengatakan, pihaknya membantah ucapan dari Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang menyebut jika hilangnya nomenklatur lahan RPTRA akibat koordinasi tim sinkronisasi.

"Itu tidak benar. Tudingan yang tidak beralasan,” ujarnya melalui dari siaran pers.

Naufal menyampaikan tidak ada pembicaraan antara Tim Sinkronisasi dengan SKPD maupun DPRD terkait penghapusan anggaran lahan untuk RPTRA.

Sebaliknya, justru pihaknya ingin agar RPTRA makin dikembangkan.

“Jadi kami tidak tahu kenapa bisa hilang. Ini bukti bahwa Gubernur Djarot abai terhadap kerja bawahanya,” tambahnya.

Bahkan, menurutnya, hal itu justru memperlihatkan kurangnya koordinasi antara Djarot dengan bawahannya dan lemahnya kontrol Djarot atas proses penganggaran.

“Pada dasarnya itu tindakan bawahannya. Jadi Djarot perlu bertanya pada dirinya sendiri dan introspeksi, kenapa bisa terjadi?,” tukasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper