Bisnis.com, JAKARTA - Laksana sinetron yang setiap hari di layar televisi, drama dugaan korupsi pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta terus bergulir tanpa bisa diketahui episode akhirnya oleh publik yang bertindak sebagai pemirsa.
Pascaepisode pemeriksaan Gubernur DKI Jakarta Basuki Thajaja Purnama (Ahok) sebagai saksi, Selasa (12/4/2016) oleh KPK, BPK menjadi pihak yang terpojok lantaran Basuki menuding hasil pemeriksaan BPK kacau.
Tak hanya itu, dia juga mengatakan bahwa ada data yang disembunyikan oleh lembaga tinggi negara tersebut.
Pernyataan itu sontak mendapat respons dari BPK. Lembaga yang dipimpin oleh Harry Azhar Azis itu kemudian menggelar konferensi pers, Rabu (13/4/2016).
Semula, rencananya, acara dadakan itu akan dihadiri oleh sang ketua. Namun, karena acara tersebut hampir bersamaan dengan penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan II 2015 ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maka Bahtiar Arif, Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi Pengembangan Pemeriksaan Keuangan BPK tampil ke depan untuk mempublikasikan pernyataan tersebut.
Nada suara Bahtiar yang sebelumnya terdengar santai berubah menjadi lebih serius ketika menyampaikan pernyataan resmi BPK. Setidaknya, ada tujuh hal yang dipaparkan, namun secara keseluruhan tidak jauh berbeda dengan pernyataan-pernyataan Harry Azhar sebelumnya.
Laksanakan Tugas
Menurutnya, BPK telah melaksanakan tugas konstitusional sesuai UUD 1945 dan UU No.15/2004 pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara serta UU No.15.2006 tentang BPK dalam melaksanakan pemneriksaan atas laporan keuangan DKI 2014 dan pemeriksaan investigatif atas pengadaan tanah RS Sumber Waras.
“Dalam pemeriksaan laporan keuangan 2014, BPK menemukan pengadaan tanah mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pembelian, penetapan lokasi, penetapan harga dan hasil pengadaan tanah tidak melalui proses yang memadai sehingga mengindikasikan kerugian negara sebesar Rp191,3 miliar.
“Dalam pemeriksaan itu, BPK jelas-jelas sudah merekomendasikan kepada Gubernur agar membatalkan pembelian tanah seluas 36.410 m2. Jika tidak dapat dilaksanakan, diharapkan mengambil langkah memulihkan indikasi kerugian daerah minimal senilai Rp191,3 miliar,” ungkapnya.
Berdasarkan LHP Keuangan Pemerintah DKI Jakarta, BPK merekomendasikan tiga poin, yakni membatalkan upaya pembelian. Jika tidak bisa membatalkan, maka merekomendasikan agar mengambil langkah pemulihan, dan meminta pertanggungjawaban Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) sesuai dengan kondisi di Jalan Kyai Tapa, sesuai dengan penawaran ke pemerintah, bukan fisik tanah yang berada di Jalan Tomang Utara.
Menagih
Rekomendasi berikutnya, Pemprov DKI diminta menagih Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada YKSW sebesar Rp3,085 miliar yang tidak pernah dibayar sejak 1904-2014.
Tidak hanya itu, Pemprov DKI juga diminta untuk seluruh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) meningkatkan pemahaman dan pengetahuan proses pengadaan lahan dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku.
Rekomendasi terakhir, Pemprov DKI diminta menjatuhkan sanksi bagi tim pembelian tanah, karena tidak cermat dan tidak teliti mengecek lokasi tanah berdasarkan zona nilai tanah.
Terkait rekomendasi tersebut, Bahtiar mengatakan bahwa BPK fokus pada upaya penyelamatan atau pemulihan keuangan negara. BPK, katanya, melakukan pemeriksaan investigatif atas permintaan KPK, yang hasilnya telah diserahklan ke komisi antirasuah tersebut.
Menurut Bahtiar, dalam pemeriksaan investigatif yang berlangsung selama empat bulan sejak 6 Agustus 2015, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan standar pemeriksaan keuangan BPK.
Dengan kata lain, dia memaparkan pemeriksaan itu dilakukan secara profesional dan telah sesuai dengan pedoman yang berlaku.
“Fakta-fakta yang kami himpun dari Pemprov DKI Jakarta kemudian kami sandingkan dengan kriteria yang ada,” paparnya.
Karena itu, seperti yang diungkapkan oleh Harry Azhar Azis, Bahtiar juga mengatakan jika ada sejumlah pihak yang tidak puas dengan hasil pemeriksaan BPK, bisa mengambil langkah yang sesuai perundangan-undangan seperti melaporkan ke majelis kehormatan kode etik.
“Di majelis ini dua anggota dari BPK, tiga anggota dari kalangan profesional, akademisi dan profesi. Jadi independensinya tidak perlu diragukan lagi,” ujarnya.