Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menuding audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras tidak benar alias ngaco.
Menanggapi hal itu, Kepala Direktorat Utama Perencanaan, Evaluasi, dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bachtiar Arif menyatakan ada enam penyimpangan yang terjadi dalam proses pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014.
"Penyimpangan sudah terjadi sejak proses perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, pembentukan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor BPK RI, Rabu (13/4/2016).
Dia menuturkan, enam penyimpangan tersebut sudah mengakibatkan adanya kerugian negara. Dalam pemeriksaan atas Laporan Keuangan (LHP) atas laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta 2014, BPK menemukan pengadaan tanah RS Sumber Waras tidak melalui sehingga berindikasi merugikan daerah senilai Rp191,33 miliar.
"Itu sudah kami tulis dalam laporan audit investigatif ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujarnya.
Meski demikian, dia enggan menjelaskan secara rinci tiap-tiap penyimpangan yang terjadi. Karena dia menyebut saat ini masih ada proses penyelidikan di KPK.
"Kami tidak bisa kami buka [audit investigatif] di sini, karena masih ada proses penegakan hukum oleh KPK," katanya.
Terkait hasil LHP terhadap laporan keuangan Pemprov DKI, BPK merekomendasikan kepada Gubernur DKI Jakarta melakukan pembatalan pembelian tanah RS Sumber Waras seluas 36.410 m2 dengan pihak Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW).
Jika upaya pembatalan tersebut tidak dapat dilaksanakan antara lain supaya memulihkan indikasi kerugian daerah minimal Rp191,33 miliar atas selisih harga tanah dengan PT CKU.
Meski begitu, Ahok tetap ngotot untuk tak mau menerima saran yang diminta oleh BPK.
"BPK itu tidak masuk akal. Ngaco. Pakai NJOP benar karena lebih murah dibandingkan harga pasar, masalahnya, apa betul kerugian? Ini harus diserahkan ke jaksa, dan jaksa menuntut perdata dagang loh, bukan pidana. Nah, kalau KPK ketemu ini ada salah pidana, maka serahkan pada jaksa," kata Ahok.