Bisnis.com, JAKARTA— Panitia Angket DPRD DKI Jakarta memanggil ahli komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Tjipta Lesmana.
Tjipta diundang untuk melanjutkan penyelidikan soal etika dan norma pemerintah daerah, khususnya sikap Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, terkait pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Dalam pemaparannya, Tjipta mengatakan jika Dewan mempersoalkan etika atau sikap Ahok yang dianggap kasar, maka itu tak bisa dipidanakan.
"Ahok tak bisa dijatuhkan dan dipidana karena etika komunikasi, tapi bisa dijadikan faktor penguat," kata Tjipta saat memberi penjelasan di hadapan Tim Angket, di ruang Serbaguna DPRD DKI, Jumat (27/3/2015).
Alasan Tjipta, persoalan etika tak masuk dalam ranah kebijakan publik. Tjipta memberi contoh kasus yang pernah dialami Presiden Amerika William Jefferson Clinton atau yang akrab dikenal dengan Bill Clinton.
Clinton sempat diisukan terlibat skandal dengan pegawai Gedung Putih, Monica Lewinsky. Skandal yang mencuat tahun 1997 itu sempat menghancurkan kepercayaan publik Amerika terhadap Clinton yang sukses membangkitkan perekonomian Amerika setelah anjlok di era George Bush.
"Sanksinya norma, nilai, dan ini ada peringkatnya. Clinton saat itu dianggap sudah menyelamatkan perekonomian Amerika. Nah, apakah gubernur ini prestasinya sudah besar?" tanya Tjipta.
Langgar Etika
Tjipta mengatakan perilaku yang kurang sopan merupakan pelanggaran etika dengan ranking yang rendah.
"Ada moral value, etika value, dan penting juga untuk diperhatikan adalah adanya public opinion," ucap Tjipta.
Anggota Dewan dari Fraksi Demokrat Ahmad Nawawi mengatakan sebagai pemimpin, semestinya tindak-tanduk Ahok pantas jadi tuntutan.
"Kita semua sudah tahu apa yang dilakukan Ahok. Pantaskah dipertahankan menjadi pemimpin Jakarta?" katanya.
Tjipta pun mengakui dari hasil pengamatannya terhadap gaya komunikasi Basuki selama sebulan terakhir, dia menyimpulkan Basuki adalah tipe pemimpin yang sulit dikritik.
"Dia tak bisa menerima kritik dari siapa pun. Memang ada tipikal pemimpin seperti itu. Ada sanksi sosial, tapi tak bisa dipidanakan," ujar Tjipta.