Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio, menilai upaya hak angket yang ditempuh DPRD DKI Jakarta dalam menyikapi persoalan Raperda APBD 2015 hanya gertakan agar Gubernur DKI Jakarta, Basuki "Ahok" T. Purnama melakukan lobi-lobi dengan mereka.
"KaIau yang dikirimkan ke Mendagri pakai versi e-budgeting, kan yang beda hanya detailnya, sementara jumlahnya sama. Jadi ndak masalah. Kalau melihat kekisruhan ini, memang idealnya Ahok atau Djarot melobi dewan agar cepat selesai," ujarnya, Senin (23/2/2015).
Akan tetapi, lanjutnya Ahok harus sangat hati-hati, jangan sampai terjebak dengan lobi-lobi atau deal-deal politik seperti yang sudah-sudah. “Namanya juga deal sama politikus,” sindirnya.
Menurut Agus, lobi tersebut demi kepentingan warga Jakarta, karena kalau sampai berlarut-larut persoalan APBD tersebut, maka tidak akan ada proyek infrastruktur atau pun lainnya yang bisa segera dikerjakan.
“Kalau kisruh dua institusi ini berlarut-larut. Maka pengesahan APBD DKI 2015 oleh Mendagri juga akan semakin berlarut-larut pula,” ujarnya.
Menurutnya ketidakterimaan DPRD DKI Jakarta terhadap sikap Ahok yang lebih mengirimkan versi e-budgeting tersebut lebih pada menyangkut proyek yang tidak bisa diutak-atik.
"Ini kejadian biasa di DKI atau yang lainnya, karena terkait dengan proyek. Gubernur terdahulu biasanya tidak masalah bagi-bagi proyek, nah ini Ahok nampaknya tidak mau. Mereka tidak terima," ujarnya.
Maka, lanjut Agus, yang dilakukan Ahok agak curang, dengan mengikuti prosedur pembahasan, namun setelah mendapatkan persetujuan jumlah pasti APBD DKI 2015 yang akan dipakai, lalu yang dikirimkan yang versi e-budgeting agar tidak bisa diubah-ubah kembali.
"Kalau sampai DPRD menggunakan hak angket itu, justru memalukan dari sisi publik, karena mereka seolah menggunakan propublik, akan tetapi sebenarnya justru memanfaatkan itu," ujarnya.
Namun, ujar Agus, yang utama adalah kekisruhan yang terjadi antara legislatif dan eksekutif ini harus segera diakhiri agar warga Jakarta tidak dirugikan, karena kedua institusi ini sejak awal sudah terlihat mau menang sendiri-sendiri.
“Kalau lobi Ahok gagal, sebaiknya Mendagri segera turun tangan juga, sebagai atasan Ahok,” tuturnya.
Sementara itu, diketahui bahwa DPRD DKI Jakarta akhirnya menggunakan hak angket dalam menyikapi persoalan Raperda APBD 2015, dan dikabarkan semua fraksi setuju menggunakan hak politik legislatif itu, kecuali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Jhony Simanjuntak mengatakan bahwa dewan menggunakan hak angket karena menilai Gubernur Basuki Tjahaja Purnama telah melanggar PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Menurut aturan itu, Raperda APBD 2015 yang disampaikan ke Kemendagri adalah yang telah disepakati bersama oleh legislatif dan eksekutif dan harus dibubuhi tanda tangan baik Ketua dan Wakil Ketua DPRD maupun pemimpin komisi di setiap lembarnya.
Adapun Raperda yang dikirim Pemprov DKI ke Kemendagri tidak dilengkapi tanda tangan satu pun anggota pimpinan dewan, yang diartikan Raperda tersebut bukan hasil kesepakatan bersama.
“Atas dasar itulah kami mengajukan hak angket atau penyelidikan, karena kesalahan Ahok sudah jelas hingga tak perlu melalui hak interpelasi,” ujarnya.
Menurut dewan, pihaknya punya kuasa untuk memakzulkan Ahok jika melakukan pelanggaran pidana.
Berdasarkan PP No.16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD dan mengacu pada Tata Tertib DPRD, hak angket bisa digulirkan atas usulan minimal dua fraksi atau 15 anggota dewan.
Dewan berhak memanggil pejabat daerah yang terkait dengan subyek penyelidikan. Dalam kasus ini, DPRD berhak memanggil Ahok serta tim anggaran pemerintah daerah.