Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta kembali meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.
Penyampaian tersebut diungkapkan oleh Anggota V BPK RI Bobby Adhityo Rizaldi
menyampaikan bahwa Berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah Provinsi Jakarta 2024, terdapat penyesuaian atas penyajian akun-akun pada laporan keuangan senilai Rp3,99 triliun.
"Antara lain investasi jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, kewajiban jangka pendek dan pendapatan asli daerah," jelasnya dalam Rapat Paripurna (Rapur) yang digelar di DPRD Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Dengan demikian, pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berhasil mempertahankan opini WTP yang kedelapan kalinya.
Meski kembali meraih opini WTP, BPK melaporkan sejumlah catatan penting dalam pengelolaan keuangan daerah Jakarta. Pertama, adalah pendapatan daerah yang belum sepenuhnya memadai.
Baca Juga
"Khususnya dalam hal pemungutan dan penghitungan pajak dan retribusi, sehingga masih terdapat potensi pendapatan daerah yang belum terpungut," jelasnya.
Kemudian, dikatakan bahwa pengelolaan belanja daerah yang juga belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Katanya, hal ini terlihat dari masih ditemukannya perlaksanaan pekerjaan belanja barang dan jasa, serta belanja modal yang belum sesuai dengan kontrak.
Ketiga, penatausahaan aset tetap dan aset fasos-fasum belum optimal. Dikatakan juga bahwa kerja sama pemanfaatan milik daerah juga belum optimal, di antaranya belum diterimanya kontribusi atas beberapa pemanfaatan tersebut.
Rekomendasi dari BPK
Atas laporan-laporan tersebut, pihak BPK kemudian memberikan tiga rekomendasi kepada Gubernur Jakarta.
Pertama, adalah mengidentifikasi, memetakan, dan merumuskan kebijakan pengendalian potensi pajak dan retribusi daerah, serta menatausahakan penerimaan hibah uang dan barang pada satuan pendidikan melalui mekanisme APBD.
Kedua, adalah agar memproses kelebihan pembayaran dan denda keterlambatan sesuai ketentuan dan menyetorkannya ke kas daerah.
Ketiga, adalah menatausahakan aset dalam penguasaannya secara tertib dan memutakhirkan pencatatan aset tetap tanah dan fasos-fasum.
"Serta menagih kontribusi pemanfaatan barang milik daerah sesuai dengan perjanjian kerja sama," jelasnya.