Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mencanangkan pembentukan kota aglomerasi Jabotabekjur usai Jakarta melepas status daerah khusus ibu kota (DKI).
Dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa pembangunan Jakarta pascaibu kota berpindah ke Nusantara, Kalimantan Timur, perlu diserentakkan dengan kota-kota di sekitarnya.
Artinya, pembangunan Kota Jakarta akan diserentakkan dengan kota-kota disekitarnya yakni Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Cianjur.
“Jadi [pembentukan Jabodetabekjur] itu tidak ada keterkaitan masalah administrasi pemerintahan. Tetapi, ini satu kawasan yang perlu diharmonisasikan program-programnya. Terutama yang mau jadi common program," kata Tito di sela-sela rapat bersama Baleg DPR, dikutip Senin (18/3/2024).
Menurut Tito, hal tersebut sesuai dengan Pasal 51 draf RUU DKJ yang menyebutkan bahwa pembangunan Daerah Khusus Jakarta akan disinkronkan dengan kawasan aglomerasi yang sedikitnya meliputi Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Itu sebabnya, Tito beragumen bahwa harmonisasi perlu dilakukan lintas kementerian koordinator dan lembaga. Menurutnya, hanya pejabat di atas menteri koordinator selain presiden, yaitu wakil presiden, yang mampu menangani permasalahan ini melalui Dewan Kawasan Aglomerasi.
Baca Juga
Dia mengatakan, pemerintah pernah melakukan hal serupa dalam menangani permasalahan percepatan pembangunan di wilayah Papua. Wapres Ma’ruf Amin menjadi ketua Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 121/2022 yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita melihat kalau presiden itu memiliki tanggung jawab secara nasional. Pekerjaan presiden sangat luas sekali, maka perlu secara spesifik ditangani oleh wakil presiden," ujar Tito.
SIKAP BALEG DPR
Rencana menjadikan wakil presiden untuk mengepalai kawasan Jabodetabekjur mulanya tertuang dalam Pasal 55 ayat (3) RUU DKJ yang berbunyi, “Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden”. Namun, Baleg DPR bersama pemerintah akhirnya menyetujui ihwal tampuk kepemimpinan kawasan aglomerasi itu dengan rumusan baru.
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menegaskan kedua belah pihak menyetujui bahwa ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh presiden. Rumusan itu menganulir rumusan lama yang secara spesifik menyebutkan kepemimpinan wakil presiden, sebagaimana yang tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) draf RUU DKJ.
“Kemudian ketentuan itu diatur dalam peraturan presiden, ditunjuk lewat keputusan presiden. Jadi, artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, problem ketatanegaraan kita menjadi selesai,” kata Supratman.
Terpisah, anggota Baleg DPR Mardani Ali Sera mengaku setuju dengan rumusan baru tersebut. Menurutnya, terdapat perbedaan antara Dewan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur dengan BP3OKP yang kini dipimpin wapres Ma’ruf Amin.
“Saya setuju dengan draf yang dibuat pimpinan, karena memang kita sistemnya presidensial. Bahwa nanti presiden tetap menunjuk wakil presiden, tidak ada masalah. Karena bedanya kalau Papua tidak sensitif pimpinan, kalau Jabodetabek ‘wow’, bukan cuma sensitif, itu super,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
DIPERUNTUKKAN BAGI GIBRAN?
Kendati telah mengalami perubahan, rancangan penentuan ketua dan anggota dewan kawasan aglomerasi Jabodetabekjur itu masih menuai polemik. Hal ini tak terlepas dari cawapres Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi, yang berpeluang besar mengepalai kawasan tersebut ketika RUU DKJ disahkan.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpendapat bahwa baik frasa yang lama maupun yang baru sama-sama menunjukkan bahwa jabatan Dewan Kawasan Aglomerasi itu akan dikendalikan sepihak oleh presiden, dan nampaknya akan diperuntukkan bagi wakil presiden berikutnya.
“Saya menduga desain awal Dewan Kawasan Aglomerasi ini dibuat atas pertimbangan mencari posisi yang tepat bagi wakil presiden agar bisa bersinar di pemerintahan baru,” jelasnya kepada Bisnis, dikutip Senin (18/3/2024).
Dengan memegang posisi sebagai kepala Dewan Kawasan Aglomerasi, kata Lucius, panggung dengan sorotan terang akan tertuju kepada wakil presiden untuk unjuk gigi. Pasalnya, kawasan Jabodetabekjur diperkirakan tetap menjadi episentrum isu nasional.
Oleh karena itu, dia menilai rumusan RUU DKJ yang memberikan kekuasaan bagi presiden untuk menentukan Dewan Kawasan Aglomerasi sesungguhnya hanya bahasa kompromistis agar niat menyediakan sebuah lembaga strategis bagi wakil presiden tak terlalu kelihatan. Rumusan terbaru yang lebih moderat menjadi pilihan untuk memberikan kuasa kepada presiden dalam menentukan siapa yang memimpin dewan kawasan tersebut.
“Kalau langsung disebut dalam UU, kan khawatirnya akan dianggap sebagai urusan pribadi Jokowi yang menginginkan putranya yang kebetulan menjadi wapres untuk secara otomatis menduduki posisi kepala dewan kawasan aglomerasi,” pungkasnya.