Bisnis.com, JAKARTA - Besok, Kota Jakarta genap berusia 496 tahun. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menyiapkan rangkaian acara untuk menyambut HUT ke-496 Jakarta.
Melansir dari laman resmi Pemprov DKI Jakarta, sejumlah kegiatan yang dihelat di sejumlah titik Kota Jakarta adalah:
- Festival Jakarta Great Sale (21 Mei–21 Juli 2023)
- Kegiatan Literasi (22 Mei–22 Juni 2023
- Semasa Piknik (2–4 Juni 2023)
- Uji Emisi Akbar (5 Juni 2023)
- Pekan Raya Jakarta / Jakarta Fair (14 Juni–16 Juli 2023)
- Jakreatifest (16 Juni–3 Juli 2023)
- Indonesia Comic Con Pop Asia (23–25 Juni 2023)
Selain itu, pada HUT tahun ini, Pemprov DKI Jakarta menyelaraskan tema dengan rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.
Pemprov DKI mengambil tema “Jadi Karya untuk Nusantara”, sebagai amplifikasi slogan Sukses Jakarta untuk Indonesia. Tema ini bermakna kesiapan Jakarta untuk mengoptimalisasi seluruh sumber daya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta pemantik kemajuan bagi daerah lain di Indonesia.
Sejarah 22 Juni Jadi HUT Kota Jakarta
Penetapan tanggal 22 Juni sebagai hari lahir Jakarta dilakukan oleh Sudiro, Gubernur ketiga Jakarta yang menjabat 1953-1958.
Dilansir dari Bisnis.com (22/6/2020), kisah bermula pada 1955, tatkala Sudiro prihatin karena Jakarta tak punya hari lahir untuk dirayakan. Padahal, perayaan ulang tahun menurutnya adalah sesuatu yang penting.
Baca Juga
Sebagaimana dinukil Alwi Shahab dalam Saudagar-Saudagar Baghdad dari Betawi (2009: hal.124), saat itu sebenarnya Sudiro punya opsi untuk menetapkan tanggal-tanggal di penghujung bulan Mei. Sebab, ketika ibu kota masih bernama Batavia dan berada dalam penjajahan, Belanda kerap membuat pesta perayaan pada penghujung Mei.
Momen tersebut bertepatan dengan keberhasilan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen menaklukkan Jayakarta pada 1619. Tapi Sudiro tak menyukai gagasan tersebut. Baginya, merayakan hari lahir dengan mengacu pada kalender penjajah akan mencederai semangat bangsa Indonesia yang kala itu umur kemerdekaannya belum genap 10 tahun.
Sudiro lantas mengundang tiga sejarawan kondang ke ibu kota, untuk berdiskusi mencari tanggal yang lebih baik. Ketiga sejarawan itu masing-masing adalah Mohamad Yamin, Sukanto, dan wartawan senior Sudarjo Tjokrosisworo.
“Saya sangat ingin kelak memperingati dan merayakan hari lahir Jakarta setiap tahun. Para warga akan saya anjurkan memperingatinya,” demikian kata Sudiro kepada tiga tamunya, sebagaimana dicatat Alwi Shahab (hal.124).
Berbulan-bulan usai pertemuan itu, akhirnya lahirlah naskah berjudul Dari Jakyakarta ke Jakarta yang disusun Sukanto. Naskah ini—yang salah satunya menggunakan Tjarita Purwaka Tjarupan Nagari sebagai acuan—lantas mengusulkan agar 22 Juni 1527 jadi hari lahir Jakarta.
Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan keberhasilan Fatahillah mengusir portugis dari Jayakarta, yang sebelumnya biasa dikenal dengan sebutan Sunda Kelapa.
Naskah Dari Jakayakarta ke Jakarta lantas diserahkan Sudiro kepada Dewan Perwakilan Kota Sementara (setara DPRD untuk saat itu) guna mendapat tindak lanjut. Setelah melalui rapat resmi, akhirnya pengajuan tanggal Sudiro mendapat persetujuan.