Bisnis.com, JAKARTA - Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta mengusulkan menaikkan target penerimaan pajak daerah mereka sebesar Rp800 miliar, yakni dari semula Rp32,01 triliun menjadi Rp32,8 triliun pada pembahasan APBD-Perubahan 2016.
Agus Bambang Setiyowidodo Kepala Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta mengaku cukup optimistis bahwa penerimaan pajak daerah tahun ini bakal melampaui target seperti yang tercantum di APBD 2016.
"Kami ajukan penaikan target penerimaan di APBD-Perubahan 2016 menjadi Rp32,8 triliun. Ada kenaikan Rp800 miliar dari awalnya yang hanya Rp32,01 triliun," ujarnya, Senin (29/8).
Pihaknya mengaku cukup optimitis dapat merealisasikan hal tersebut, meskipun di tengah kelesuan realisasi penerimaan pajak yang dirasakan oleh pemerintah pusat.
"Kami cukup optimistis ya, karena saat ini penerimaan kami sudah melebihi realisasi tahun lalu periode sama," ujarnya.
Data per 16 Agustus 2016, realisasi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta surplus sebesar Rp2,5 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu.
Agus cukup optimitis realisasi penerimaan pajaknya bakal memenuhi target, lantaran terdapat beberapa jenis pajak yang bakal mendongkrak penerimaan, antara lain pajak bumi bangunan perdesaan perkotaan (pbb-p2), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (bphtb), dan pajak restoran.
"Kenaikan Rp800 miliar ini bisa juga didongkrak dari beberapa jenis pajak, seperti pbbp2 dan bphtb," ujarnya.
Agus memaparkan, untuk pbbp2, pada September akan ada kenaikan penerimaan, pasalnya batas akhir pembayaran jayuh pada 31 Agustus ini.
"Selain itu, tahun lalu pbbp2 kita dapat Rp6,7 triliun, tahun ini naik lebih dari Rp7 triliun lah, karena nilai jual objel pajak (njop) juga naik," ujarnya.
Meskipun, lanjutnya, Pemprov DKI Jakarta saat ini juga tengah memberikan penghapusan pbbp2, bagi tanah atau bangunan warga yang seharga maksimal Rp1 miliar.
"Pembebasan pbbp2 di bawah Rp1 miliar memang akan mengurangi penrimaan, tetapi tidak akan berdampak signifikan," ujarnya.
Sementara itu, untuk jenis pajak bphtb juga diyakini bakal mendongkrak penerimaan, seiring munculnya PP No.34 2015, di mana pajak bphtb sudah bisa ditarik setelah ada perjanjian pengikatan jual beli (ppjb), tanpa menunggu keluarnya akta jual beli (ajb).
"Dulu bphtb baru bisa dibayarkan setelah tandatangan ajb. Sekarang, dengan munculnya PP 34/2015, misalkan beli apartemen, di cicil. Nah pas penandatanganan ppjb, maka bphtb sudah harus dibayarkan juga saat itu," terangnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra, Prabowo Soenirman mengaku tidak sependapat dengan rencana tersebut.
Dirinya menilai penaikan target tersebut terlalu optmistis, dan dikuatirkan justru tidak akan memenuhi target seperti yang dipasang.
"Iya DPP menaikkan targetnya. Tapi saya masih protes, karena terlalu optimistis, khususnya pbbp2 dan bphtb," terangnya.
Apalagi, lanjutnya, jika melihat pencapaian tahun lalu yang tidak mencapai 100%.
"Belum juga adanya pembebasan serta pengurangan wajib pajak untuk bangunan dan tanah di bawah harga Rp1 miliar. Ini kan lumayan," terangnya.
Berdasarkan data realisasi penerimaan pajak per 16 Agustus 2016 yang telah mencapai Rp17 triliun tersebut, paling banyak disumbangkan oleh pajak kendaraan bermotor (pkb) Rp4,39 triliun.
Kemudian, jenis pajak bea balik nama kendaraan bermotor (bbnkb) Rp2,99 triliun, pajak bumi dan bangunan perdesaan perkotaan (pbb-p2) menyumbang Rp2,93 triliun, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (bphtb) Rp1,8 triliun, pajak restoran Rp1,57 triliun, pajak hotel mencapai Rp901 miliar.
Di susul pajak bahan bakar kendaraan bermotor (pbbkb) sebesar Rp646 miliar, pajak reklame Rp464 miliar, pajak hiburan Rp449 miliar, pajak penerangan jalan (ppj) mencapai Rp419 miliar, pajak parkir Rp309 miliar, pajak rokok sebesar Rp171 miliar, dan terakhir pajak air tanah Rp60 miliar.