Bisnis.com, JAKARTA — Pemprov DKI Jakarta menargetkan peningkatan penerimaan pajak tahun depan Rp32, 5 triliun atau mengalami pertumbuhan 42% dari target penerimaan 2013 Rp22,6 triliun.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Iwan Setiawandi menjelaskan Jakarta akan menonjolkan aspek baru dalam tatanan pelayanan pajak daerah meliputi peningkatan kinerja, pelayanan kepada masyarakat serta oprimalisasi pendapatan.
“Direncanakan kenaikan pajak itu mencapai 42% dibanding sekarang. Tapi ini baru rencana ya, karena harus dibahas bersama dewan. Nanti terserah rakyat kita melihat dewan seperti apa,” katanya di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Adapun strategi DPP DKI untuk mencapai target yang terbilang optimis ini dengan tiga jurus. Pertama, cara konvensional yakni intensifikasi mengungkap wajib pajak yang tidak jujur melalui program online sistem, pemeriksaan pajak dan pelayanan yang baik.
Kedua, konvensional ekstensifikasi dengan mancari wajib pajak yang tersembunyi yang selama ini belum terdata. Namun persoalan klasik berupa kekurangan tenaga masih sehingga harus menempuh cara lain mengoptimalkan aparat tingkat kelurahan membantu petugas pajak misalnya ada reklame baru, restoran baru ataupun, hiburan baru serta objek pajak lainnya.
Adapun yang ketiga, mengenakan regulasi ke dasar pengenaan pajak. Tahun depan DPP DKI akan mengubah dasar pengenaan pajak untuk menghitung Pajak Bumi Bangunan (PBB) disesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah maupun bangunan. “Prediksi saya NJOP akan naik sekitar 80% dari posisi skarang,” ujar Iwan.
Optimisme DKI menargetkan pajak hingga 42% seiring kinerja menggembirakan DPP DKI per 31 Oktober Rp19,4 triliun atau 86% dari target akhir tahun Rp22,6 triliun. Standarnya penerimaan pajak hingga akhir Oktober lalu adalah 83% sehingga masih ada saving 3%.
Apabila tren penerimaan pajak ini terus berlanjut maka pada akhir tahun bisa mencapai target bahkan bisa lebih. Hal itu pernah terjadi saat penerimaan pajak 2012 dimana target Rp16,5 triliun namun realisasinya melebihi proyeksi.
Selama ini Jakarta masih mengandalkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) karena pertumbuhan kendaraan khusus DKI 1.500 kendaraan dilihat dari rekaman bea balik nama kendaraan. Tidak menutup kemungkinan kendaraan terus bertambah karena 26% market share penjualan mobil nasional ada di Jakarta dari 1,1 juta setahun. Sedangkan market share sepeda motor 8% dari 7 juta.
PAJAK PROGRESIF
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Ahok ‘Tjahaja’ Purnama menegaskan pihaknya akan menerapkan pajak progresif untuk PKB karena pertumbuhan kendaraan semakin membuat Jakarta padat. Kebijakan ini menyusul upaya pemprov menata lalu lintas dimulai sterilisasi busway, penambahan bus sedang dan Transjakarta dan penerapan electronic road pricing (ERP).
“Sterilisasi kita tidak ada toleransi buat penerobos busway. Kita lanjutkan dan menerapkan pajak progresif kendaraan,” katanya.
Iwan menuturkan pajak progresif yang akan diterapkan untuk kendaraan pertama 2%, kendaraan kedua maksimal 10%. Sementara itu pajak progresif eksisting saat ini kendaraan pertama 1,5%, kendaraan kedua 2%, kendaraan ketiga 2,5% dan keempat 4% dari nilai jual. Pengenaan ini hanya berlaku untuk kendaraan pribadi sedangkan kendaraan perusahaan tidak dikenakan.
“Punya motor satu dan mobil satu tidak kena pajak progresif. Tapi kalo punya dua motor kena progresif,” jelasnya.