Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BANJIR JAKARTA Munculkan Keraguan Pada RTRW Jabodetabekpunjur

JAKARTA-Dalam rapat di DPR antara Komisi V, Menteri Pekerjaan Umum, Gubernur DKI, Gubernur Banten, Sekda Jawa Barat akhir bulan Januari kemarin, terungkap masalah banjir merupakan masalah bersama. Banjir Jakarta bukan menjadi tanggung jawab Jakarta sebagai hilir saja, tapi juga persoalan Puncak-Cianjur sebagai hulu.
 
Gubernur DKI Jakarta Jokowi dengan gamblang mengatakan, persoalan banjir jika ditangani secara sporadis, hanya menteri PU atau hanya DKI maka banjir tidak pernah selesai. Banjir hanya menjadi buah bibir ketika musim hujan, tetapi ketika musim panas banir menguap dilupakan. Masalah banjir harusnya diatasi secara holistik secara struktural berupa pembangunan infrastruktur dan kebijakan dengan pembangunan yang setia kepada rencana tara ruang wilayah (RTRW).
 
Jokowi menyadarkan satu sisi yang dilupakan. Godaan terbesar ketika berbicara banjir berarti berbicara infrastruktur yang dibangun untuk mengatasi banjir. Masyarakat banyak tentu bosan bertanya banjir kali ini apa yang dibuat pemerintah?
 
Pembangunan infrastruktur menjadi terkesan reaktif jika dibandingkan dengan sejarah yang mencatat Jakarta sudah banjir sejak zaman Belanda. Sebaliknya di sisi lain  muncul godaan  untuk bertanya apakah pembangunan kota sudah sesuai RTRW ataukah Jakarta bertumbuh begitu saja tanpa cetak biru tata ruang.
 
Sekedar catatan untuk membangun infrastruktur mitigasi banjir DPR sudah menyetujui anggaran sebesar Rp2,037 triliun yang akan dicairkan secara berkala hingga tahun 2016. Anggaran itu dipakai untuk membangun sudetan Ciliwung-Kanal Banjir Timur (BKT) sepanjan 2,1 kilometer sebesar Rp545 miliar, normaliasasi kali Ciliwung dari pintu air Manggarai hingga TB Simatupang sepanjang 19 kilometer  sebesar Rp1,28 triliun.
 
Anggaran itu juga dipakai untuk pembangunan drainase di DKI Jakarta sebesar Rp90 miliar dan pengadaan peralatan tanggap darurat senilai Rp114,7 miliar.
 
Dari jumlah Rp2,03 triliun itu yang akan dicairkan tahun ini sebesar Rp646,7 miliar yang dialokasikan untuk membangun sudetan sepanjang 2,1 kilometer sebesar Rp184,5 miliar, penyediaan prasarana drainasae Rp90 miliar, normalisasi sungai Ciliwung Rp257,5 miliar dan pernyediaan alat tanggap darurat Rp114,7 miliar.
 
“Jika ada anggaran yang cair maka sudetan bisa mulai dibangun karena akan dibangun multiyears jadi tender bisa dilakukan segera,” ujar Menteri PU Djoko Kirmanto kala itu.
 
Di sini muncul pertanyaan kapan Ibu Kota bebs banjir, haruskah mengunggu hingga semua infrastruktur penanganan banjir itu selesai?
 
Djoko Kirmanto mengungkapkan normalisasi sungai baru dapat dilakukan jika pemprov DKI berhasil merelokasi 30.000 warga seputar bantaran Ciliwung. Jokowi dengan realsistis menuturkan pihaknya membutuhkan waktu hingga 2016 untuk merelokasi warga. Pemprov DKI menyediakan Rp650 miliar untuk pembebasan lahan.
 
Untuk solusi jangka pendek, Gubernur DKI Jakarta Jokowi menegaskan dirinya akan mengeluarkan peraturan Gubernur DKI yang mewajibkan semua bangunan di Jakarta memiliki sumur resapan. Tidak tanggun-tanggung Jokowi menargetkan tahun ini Jakarta memiliki 20.000 sumur resapan. Dari tinjauan lingkungan, ide sumur resapan terbukti ampuh untuk memasukkan air sebanyak mungkin ke dalam tanah.
 
Sejalan dengan anggaran yang dikeluarkan, para anggota dewan juga mendesak ketiga pemimpin provinsi itu untuk menjalankan pembangunan dengan acuan pada Peraturan Presiden (perpres) no.54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Berdasarkan perpres itu ketiga pemprov diminta untuk melakukan penertiban terbahadap setiap alih fungsi lahan.
 
Jauh panggang dari api, perpres itu hanya menjadi dokumen minim aplikasi. Padahal dalam dokumen setebal 60 halaman itu ditemukan sedikitnya 17 kata banjir. Pemprov Jabar khususnya diminta untuk segera menertibkan semua bangunan di kawasan Puncak yang tidak mempunyai izin bangunan ataupun memiliki izin bangunan tetapi berada di tempat yang tidak seharusnya.
 
Tak dapat diingkari maraknya alih fungsi lahan menjadi perumahan menjadi salah satu faktor penting pemicu banjir. Sayangnya pemerintah provinsi Jawa Barat saat itu tidak dapat memberikan data alih fungsi lahan dari daerah resapan air menjadi vila megah khusunya di wilayah Bogor dan Cianjur.
 
Kementerian PU sudah menyiapkan audit penertiban RTRW, hasilnya baru dapat dikeluarkan pada pertengahan tahun ini. Masyarakat tentu akan menunggu ketegaskan pemerintah untuk menertibkan alih fungsi lahan itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Writer
Editor : Others
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper