Bisnis.com, JAKARTA - Polres Metro Jakarta Pusat tidak membawa senjata api (senpi) dalam melakukan pengamanan debat pilkada DKI Jakarta Minggu, 17 November 2024 tadi malam.
Sebelum debat dimulai, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro sudah mengimbau ke seluruh personilnya.
Alasannya jelas yakni untuk mengedepankan netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis yang mengarah pada keberlihakan
"Netralitas adalah kunci untuk menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Anggota kami yang terlibat pengamanan tidak ada yang membawa senjata api," tuturnya di Jakarta, Minggu (17/11).
Selain ke personil, dia juga sempat menghimbau masyarakat untuk tetap menjaga ketertiban dan keamanan selama debat Pilkada DKI Jakarta berlangsung
"Kami juga mengimbau masyarakat untuk mendukung kelancaran kegiatan ini dengan mematuhi aturan, menjaga ketertiban, serta menghormati perbedaan pilihan politik. Jadi dengan begitu, debat Cagub dan Cawagub nanti dapat berjalan dengan aman, tertib, dan damai," katanya.
Baca Juga
Netralitas TNI/Polri di Pilkada 2024
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral, yakni membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada, bisa dijatuhi pidana penjara dan/atau denda.
Ketentuan tersebut merupakan putusan MK yang memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Menurut MK, Pasal 188 UU 1/2015 merupakan norma yang berpasangan dengan Pasal 71. Dalam perkembangannya, Pasal 71 mengalami perubahan melalui UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, khususnya pada ayat (1).
Dalam UU 1/2015, Pasal 71 ayat (1) hanya memuat “Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.”