Bisnis.com, JAKARTA -- Anies Baswedan gagal maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta setelah PDI Perjuangan atau PDIP memutuskan tidak akan mengusungnya dalam pemilihan kepala daerah alias Pilkada 2024.
Anies adalah gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022. Selama memimpin ia menorehkan sejumlah prestasi, tetapi juga banyak menuai kontroversi. Isu politik identitas sering dikaitkan dengan sosok Anies.
Di sisi lain, integrasi moda transportasi di ibu kota Jakarta lewat Jaklingko, juga dipuji banyak pihak lantaran telah memudahkan para pengguna transportasi umum.
Anies selama memimpin juga getol membangun infratruktur fisik salah satunya pelebaran trotoar hingga penyediaan ruang terbuka hijau.
Lantas bagaimana sepak terjang Anies Baswedan selama 5 tahun memimpin Jakarta?
Catatan di Sisi Ekonomi
Salah satu indikator yang paling sering digunakan untuk mengukur taraf hidup layak dan tidak suatu daerah biasanya menggunakan ukuran pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB.
Baca Juga
Selama Anies memimpin Jakarta, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta relatif fluktuatif bahkan ada kecenderungan turun. Pada tahun 2017 atau saat pertama kali Anies memimpin DKI Jakarta, pertumbuhan ekonomi DKI mencapai 6,20 persen.
Namun capaian ini tidak bisa diklaim sebagai keberhasilan Anies, karena 10 bulan pertama adalah hasil kerja dari pemerintahan sebelumnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat.
Kinerja ekonomi Anies baru tampak dalam realisasi PDRB tahun 2018. Saat itu pertumbuhan ekonomi DKI turun dari 6,2 menjadi 6,1. Angka itu kembali turun pada tahun berikutnya menjadi 5,8 persen, tahun 2020 anjlok karena pandemi menjadi minus 2,4 persen. Tahun 2021 3,56 persen.
Pada tahun 2022 ekonomi DKI mulai berangsur membaik. Data BPS DKI Jakarta mengungkap bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi ibu kota pada 2022 mencapai 5,25 persen.
Artinya jika dirata-rata, pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada masa Anies Baswedan hanya berada di kisaran 3,6 persen.
Sementara jika hanya menghitung realisasi pertumbuhan ekonomi dari tahun 2017-2021, kinerja ekonomi DKI selama Anies memimpin bagaikan panggang jauh dari api. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada tahun ini hanya 3,84 persen.
Tahun 2020 dan 2021 menjadi pengecualian karena pada dua tahun tersebut ekonomi Indonesia terdampak pandemi dan baru pulih pada dua kuartal akhir tahun 2021.
Pembangunan Manusia Naik
Namun indikator lain seperti indeks pembangunan manusia juga perlu digunakan untuk mengukur seorang pemimpin publik berhasil membangun sekaligus meningkatkan taraf atau kualitas hidup warganya.
Definisi IPM, menurut Badan Pusat Statistik, menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Anies Baswedan mulai memimpin DKI Jakarta sejak tahun 2017 lalu, tepatnya bulan Oktober 2017. Anies mewarisi pemerintahan sistem pemerintahan yang relatif cukup stabil pada masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Pada zaman Jokowi-Ahok, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai memikirkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya mengeluarkan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar. Dua kartu itu memberi jaminan kepada warga DKI yang kesulitan untuk mengakses kesehatan dan pendidikan.
Sedangkan pada masa Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang kemudian diteruskan oleh Ahmad Riza Patria, Pemprov DKI menambahkan imbuhan plus baik di KJP maupun KJS menjadi KJP Plus dan KJS Plus. Dengan baseline dan kemampuan anggaran DKI Jakarta yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah lain, IPM DKI Jakarta adalah yang tertinggi di Indonesia.
Data BPS menunjukkan bahwa sejak tahun 2017 IPM DKI Jakarta selalu berada di atas 80. Rata-rata IPM DKI pada tahun 2017 - 2021 mencapai 80,6. Angka ini di atas capaian nasional pada tahun yang sama yakni di angka 72,29.
Adapun jika diperinci angka capaian IPM pada masa pemerintahan Anies yakni tahun 2017 80,06, 2018 sebanyak 80,47, 2019 sebanyak 80,76, tahun 2020 80,77 dan pada tahun 2021 tercatat sebanyak 81,11.
Pada tahun 2022, IPM DKI Jakarta bahkan mencapai 81,65 atau menempati peringkat pertama nasional atau rata-rata 2018-2022 sebanyak 80,9.
Bagaimana dengan Kemiskinan?
Di sisi lain, tren kemiskinan di DKI Jakarta tercatat mengalami kenaikan, terutama dalam dua tahun terakhir yakni pada tahun 2020 dan 2021. Pandemi Covid-19 dianggap menjadi biang kerok tren kenaikan kemiskinan di DKI Jakarta.
Data BPS DKI Jakarta menunjukkan bahwa DKI Jakarta mencatat lonjakan angka kemiskinan pada Maret 2020 atau saat awal pandemi.
Saat itu, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta meningkat hingga 1,11 persen poin atau meningkat kurang lebih hingga 119 ribu orang atau meningkat hingga 118,56 ribu orang dibandingkan dengan perhitungan periode sebelumnya, yakni September 2019.
Angka tersebut terus mengalami peningkatan setidaknya hingga Maret 2021. Padahal, persentase penduduk miskin di DKI Jakarta tidak pernah menyentuh angka 4% atau lebih sejak Maret 2015 hingga September 2019.
Sementara itu pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin di Jakarta sebanyak 502,04 ribu orang. Secara khusus penduduk sangat miskin bertambah 2 ribu orang dari 144,3 ribu orang dari saat dilakukan perhitungan sebelumnya, yakni September 2021, menjadi 146,3 ribu orang pada Maret 2022.
Angka kemiskinan di DKI Jakarta kembali turun pada September 2022 atau bulan terakhir Anies memimpin Jakarta, dari 504,02 ribu orang menjadi 494,93 ribu. Total polulasi penduduk miskin di DKI turun dari 4,69 persen menjadi 4,61 persen.
Indeks Kebahagiaan Turun
Menariknya kendati ada peningkatan dalam pembangunan manusia, indeks kebahagian warga DKI Jakarta turun. Indeks Kebahagiaan DKI Jakarta tahun 2021 turun sebanyak 0,65 basis poin atau dari 71,33 menjadi 70,68.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, indeks kebahagiaan DKI Jakarta tersebut turun dibandingkan 2017 atau bahkan di bawah rata-rata nasional sejak tahun pertama kali penghitungan indeks ini dilakukan pada tahun 2014.
Indeks kebahagiaan DKI Jakarta juga lebih rendah dibandingkan Jawa Tengah yang mencapai 71,73 dan Jawa Timur 72,08. Maluku Utara dan Kalimantan Utara adalah dua daerah dengan indeks tertinggi yakni di atas 76 persen.
Adapun indeks kebahagiaan diukur atas tiga aspek utama yakni indeks kepuasan hidup, indeks perasaan, dan indeks makna hidup.