Keputusan ini, selain mempertimbangkan sentimen positif dari kajian dan proyeksi tersebut, juga didasarkan pada kajian ulang dan pembahasan kembali bersama semua pemangku kepentingan terkait, serta dengan semangat keberhati-hatian di tengah mulai berderapnya laju roda ekonomi di wilayah Jakarta.
“Dengan kenaikan Rp225.000 per bulan, maka para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari. Melalui kenaikan UMP yang layak ini, kami berharap daya beli masyarakat atau pekerja tidak turun,” ujar Anies dalam keterangan resmi, Sabtu (18/12/2021).
Dia menegaskan, keputusan menaikkan UMP DKI Jakarta menjunjung asas keadilan bagi pihak pekerja, perusahaan, dan Pemprov DKI Jakarta. Sebagai gambaran, pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19, rata-rata kenaikan UMP di DKI Jakarta selama 6 tahun terakhir adalah 8,6 persen.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bima Yudhistira menilai, kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen sudah proporsional. Kenaikan tersebut bakal menjadi stimulus bagi daya beli masyarakat sehingga mendongkrak jumlah uang yang dibelanjakan.
"Kenaikan UMP bisa menstimulus daya beli masyarakat agar lebih banyak mengeluarkan uang untuk belanja. Jadi, ini akan mempercepat pemulihan konsumsi rumah tangga," Kata Bima.
Harapannya, kenaikan UMP yang proporsional bisa mendongkrak konsumsi rumah tangga, sehingga pemulihan ekonomi di Jakarta menjadi lebih cepat dibandingkan dengan provinsi lain.
Sebagai informasi, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional (produk domestik bruto/PDB) dan produk domestik regional bruto (PDRB).
Sekadar catatan, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDRB di Jakarta lebih tinggi jika dibandingkan dengan level nasional, yakni 61,51 persen. Sementara itu, secara nasional konsumsi rumah tangga menyumbang 57,6 persen terhadap PDB.