Bisnis.com, JAKARTA-Koordinator Goverment Policy Observers, Martyn Herlambang menilai isu reklamasi teluk Jakarta sudah jauh keluar dari subtansi masalah. Baginya, perdebatan reklamasi sudah dipaksakan menjadi konsumsi publik dengan mengabaikan sejarah kenapa reklamasi dibutuhkan untuk pembangunan kota Jakarta.
"Sudah tidak menarik melihat perdebatan reklamasi seperti saat ini.Semua orang bicara reklamasi, tapi tidak dalam kapasitasnya berteori tentang itu. Bicara reklamasi teluk Jakarta jangan dilepaskan dari sejarah masa lalu mengapa Kepres tentang reklamasi dikeluarkan pemerintah pusat," ujar Martyn dalam siaran pers yang diterima Bisnis.com
Dia menjelaskan, melihat reklamasi tidak boleh sepotong-sepotong dengan mengacu pada kenyataan saat ini ketika reklamasi ramai diperdebatkan. Akhirnya yang terjadi adalah distorsi sejarah mengapa reklamasi diperlukan. Menurutnya, reklamasi teluk Jakarta berangkat dari kesadaran pemerintah pusat saat itu untuk mencari solusi komprehensif guna mengatasi masalah Ibukota, mulai dari revitalisasi teluk Jakarta yang semakin tercemar, upaya pemekaran wilayah Ibukota yang luas wilayahnya terbatas, dan lainnyai. Dari situlah keluar Kepres 52 Tahun 1995, tentang reklamasi pantai Utara Jakarta.
"Jika perdebatan tentang reklamasi hanya melihat pada kenyataan saat ini, tentu tidak fair karena melupakan sejarah panjang yang sudah mengatur kenapa reklamasi itu dibutuhkan. Pemerintah tentu lebih tau apa permasalahan yang dihadapi oleh sebuah wilayah, dan menjadi tanggung jawab mereka untuk mencarikan solusi," kata Martyn.
Martyn menghimbau, sebaiknya pemerintah tetap berjalan dalam koridor yang telah disepakati. Jika keputusan tersebut sudah sesuai dengan aturan main kenapa harus memperlambat proyek yang merupakan solusi atas berbagai permasalahan termasuk penyediaan air bersih nantinya
"Jika pemerintah sudah yakin proyek ini clear, sebaiknya jalankan saja. Pada saat bersamaan terus berikan pemahaman pada masyarakat terkait urgensi reklamasi bagi penataan kota Jakarta. Jika diperlukan, pemerintah dapat mengundang penolak reklamasi untuk duduk satu meja agar mereka paham betul alasan pemerintah," ucap Martyn.
Sementara itu, dalam diskusi publik di KPK, Selasa (04/10) lalu, Mantan Menteri Lingkungan Prof. Dr. Emil Salim juga menilai reklamasi yang dilakukan di sejumlah wilayah, termasuk Pantai Utara Jakarta banyak manfaatnya. Ia menegaskan reklamasi bukanlah kebijakan yang keliru. Emil menyatakan berbagai isu yang menjadi perhatian publik terkait reklamasi sesungguhnya bisa diselesaikan dengan rekayasa teknik yang baik.
“Reklamasi tidak keliru. Justru ini akan dapat memberikan banyak manfaat dan bisa dikelola dengan baik,” kata Emil.
Menurut Emil, pengembangan kawasan Jakarta Utara sangat dibutuhkan untuk menyongsong visi Indonesia 2045 yang telah digagas pemerintahan sebelumnya. Langkah ini penting untuk dilaksanakan mulai sekarang karena pengembangan kawasan baru memerlukan waktu panjang. Reklamasi juga diperlukan lantaran harga tanah di Jakarta terus meningkat dari tahun ke tahun.
Jika disinergikan dengan proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), pengembangan Pantai Utara Jakarta juga akan menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi dan sosial. Termasuk persoalan penyediaan air bersih dan penanggulangan banjir rob yang akan menjadi ancaman Jakarta dalam beberapa tahun ke depan.
“Rencana reklamasi bukanlah barang baru. Saat menjadi Dewan Pertimbangan Presiden 2013 lalu, reklamasi juga sudah dikaji secara mendalam. Akhir bulan lalu saya juga sudah bertemu Presiden Joko Widodo terkait kajian reklamasi tersebut dan saat ini masih menunggu respon beliau,” kata dia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan, saat ini pemerintah sedang menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang akan menjadi acuan pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta.
“Kami targetkan KLHS ini akan selesai bersamaan dengan kajian Bappenas,” ungkapnya.
Siti menambahkan, KLHS ini dibutuhkan sebagai dasar bagi kelanjutan proyek reklamasi lantaran pemerintah akan membutuhkan waktu yang sangat lama jika harus membuat undang-undang atau peraturan pemerintah terkait proyek pengembangan kawasan Jakarta Utara ini.
“KLHS jadi instrumen solusi untuk menjadi dasar bagi pelaksaan reklamasi,” tegas Siti.
Siti mengakui, pemerintah semestinya menjadi simpul negosiasi yang baik dalam setiap persoalan, termasuk reklamasi. Sayangnya, pemerintah belum optimal melaksanakan fungsi ini.