Bisnis.com, JAKARTA - PD Dharma Jaya membantah tidak menyerahkan analisa investasi, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan suntikan penyertaan modal pemerintah (pmp) pada APBD DKI 2016 sebesar Rp50 miliar.
Direktur Utama PD Dharma Jaya Marina Ratna Dwi Kusuma mengaku bahwa pihaknya telah menyerahkan analisa investasi tersebut sejak 22 Desember 2015.
"Kami pada 22 Desember 2015 memberikan analisis investasi kepada BPKAD. Lalu pada 8 Januari 2016 mendapatkan kabar dari pihak BPKAD bahwa analisa investasi kami dinyatakan layak untuk mendapatkan suntikan modal. Tapi, pada 12 Januari 2016, TAPD dan Banggar mencoret pmp kami," ujarnya, Rabu (20/1/2016).
Pernyataan tersebut sekaligus membantah statement Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi DKI Jakarta, Saefulah beberapa waktu lalu saat rapat banggar, yang menyatakan bahwa pencoretan itu dikarenakan PD Dharma Jaya tidak menyerahkan analisa investasi.
Akibatnya, Pemda DKI Jakarta memutuskan tidak memberikan penyertaan modal pemerintah (PMP) kepada badan usaha milik daerah yang bergerak di bidang ketahanan pangan itu sebesar Rp50 miliar pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2016.
Sementara itu, berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis.com, diketahui bahwa auditor independen yang ditugaskan menyusun analisa investasi PD Dharma Jaya, Nur Ali Nugroho, telah melayangkan surat No.11/NA/PI-DKI/PMP2016/Rekom-Dharma Jaya/XII/2015 tertanggal 28 Desember 2015 kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI.
Pada dokumen itu, Dharma Jaya direkomendasikan untuk mendapatkan suntikan pmp.
Berdasarkan dokumen lain yang diperoleh, Nur Ali juga telah menyerahkan analisa investasi bumd lain, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), melalui surat yang tertanggal 28 Desember 2015, dengan nomor surat 12/NA/PI-DKI/Rekom PMP 2016 - JakPro/XII/2015.
Namun, PMP untuk Jakpro senilai Rp2,95 triliun pada APBD DKI 2016 tetap diusulkan, dan Dharma Jaya yang sebesar Rp50 miliar, di coret.
Hingga akhirnya, Pemda DKI hanya menyetujui 6 BUMD untuk mendapatkan pmp, yakni selain Jakpro, lima diantaranya PT Mass Rapid Transit (MRT) Rp2,28 triliun, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Rp750 miliar, PD Pasar Jaya Rp370 miliar, PD Pal Jaya Rp370 miliar, dan PT Bank DKI Rp500 miliar.