Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) terkait temuan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Triwisaksana (Sani) menyatakan bahwa rapat klarifikasi pengadaan lahan RS Sumber Waras belum ada keputusan akhir namun Pemprov DKI tetap bangun rumah sakit.
"Inti permasalahannya terletak pada besaran nilai tanah yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk dijadikan sebagai rumah sakit jantung. Seharusnya NJOP di Jalan Kyai Tapa Rp20 juta dan jalan yang di dalamnya Rp7juta, tetapi dibeli dengan nilai 20 juta. Itu yang diklarifikasi oleh tim pansus," kata Sani di ruang Komisi A, DPRD DKI, Selasa (11/8/2015).
Selanjutnya, DPRD DKI akan melakukan rapat internal terkait jawaban-jawaban Pemprov yang belum semua sesuai harapan. Oleh sebab itu DPRD DKI akan melakukan rapat internal setelah kunjungan lapangan ke aset-aset tersebut.
Sani mengaku jawaban Pemprov DKI kurang memuaskan. Pada dasarnya DPRD DKI memang menyetujui rencana Pemprov DKI membangun rumah sakit jantung. Tetapi DPRD menyayangkan tanah yang dibeli justru tanah yang berada di belakang jalan dan dibeli menggunakan NJOP tanah di posisi depan.
DPRD DKI mengeluhkan Pemprov DKI yang tidak bisa menjawab alasan pembelian lahan yang tidak sesuai penawaran awal. Seharusnya membeli lahan di Jalan Kyai Tapa, tapi justru lahan di belakang dengan sertifikat berbeda yang menggunakan akses Jalan Tomang Raya bukan Jalan Kyai Tapa.
Fakta ini masih diperparah dengan temuan bahwa kedua lahan tersebut hanya memiliki satu Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT). Seharusnya masing-masing lahan dengan sertifikat yang berbeda memiliki SIPPT yang berbeda.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat yang bertugas sebagai Ketua Tim Penanggung jawab hasil temuan BPK ini mensinyalir lahan tersebut masih dalam sengketa.
"Tugas kami untuk menindaklanjuti temuan BPK. Akses memang sangat penting, karena jadi satu kesatuan. Ini tanah hak milik masih bersengketa saya pikir. Jika aksesjalan tak diberikan maka benar ini lahan sengketa," jelas Djarot.
Meski demikian, Pemprov DKI tetap melanjutkan rencana untuk membangun rumah sakit jantung dan kanker di atas tanah tersebut. Pasalnya, belum tentu pemilik tanah mau mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh Pemprov DKI senilai Rp755 miliar.
"Lha, kalau kita minta mereka kembalikan tanahnya apa mereka mau? Sekarang itu rakyat Jakarta membutuhkan rumah sakit. Ya kami akan tetap bangun," paparnya.