Bisnis.com, JAKARTA--Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta berharap bangunan tempat tinggal peninggalan Belanda dapat diambil alih atau take over oleh Pemprov DKI
Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI Jakarta Yonathan Pasodung mengatakan bangunan peninggalan jaman Belanda sebanyak 1.200 unit tersebut bukan milik Pemprov DKI tetapi dimiliki oleh ahli waris.
"Itu bukan punya Pemprov DKI tetapi kepemilikan milik warga Belanda, China, dan warga yang lain," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (21/7/2014).
Hingga saat ini, lanjut Yonathan, Pemprov DKI hanya bisa mengatur dan belum dapat melakukan take over bangunan peninggalan Belanda tersebut.
Pada 1964, Pemprov DKI mengatur warga yang tinggal di bangunan peninggalan Belanda tersebut harus memiliki surat izin perumahan (SIP).
"Warga yang tinggal di peninggalan Belanda tersebut tidak mengajukan SIP baru. Kebanyakan mereka hanya memperpanjang SIP," ucapnya.
Oleh sebab itu, Pemprov DKI saat ini ingin mengevaluasi SIP per dua tahun untuk melihat sejauh mana SIP tersebut.
Pada 1978, rumah peninggalan jaman Belanda lebih dari 2.000 unit, sedangkan berdasarkan data dari Badan Pertanahanan Nasional (BPN) bangunan peninggalan Belanda saat ini sekitar 1.200 hingga 1.500 unit.
"Mereka yang punya SIP boleh menghuni tempat tersebut tanpa boleh dijual, sedangkan yang punya sertifikatnya bisa menjual bangunan tersebut kepada siapapun. Itu punya orang, ahli warisnya bisa menjual kepada pemilik sip tersebut," tutur Yonathan.
Bagi orang yang tinggal di bangunan tersebut ingin memiliki peninggalan Belanda harus mencari warga yang memiliki sertifikat bangunan, setelah itu bisa dilakukan jual-beli.
"Kalau dia masih punya SIP, kami tidak mungkin cabut SIP itu," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuturkan banyak pemilik SIP yang menghuni bangunan peninggalan Belanda tersebut ingin membuat sertifikat rumah.
"Ada 1.200 rumah yang minta SIP ke Dinas Perumahan DKI enggak pernah sertifikatkan. Penguni yang tinggal di bangunan Belanda tersebut yang pengen menyertifikatkan bangunan. Padahal itu ilegal karena bangunan tersebut sudah memiliki sertifikat pada pemilik pertama atau terdahulu," terang Ahok, sapaan akrab Basuki.