Bisnis.com, JAKARTA - Pemprov DKI mengalami kerugian Rp1,18 triliun akibat pengelolaan air yang dilalukan oleh pengelola swasta, yaitu PAM Lyonnaise Jaya dan PT Aetra Air Jakarta.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Febi Yonesta mengatakan Jika kontrak kerja sama dilanjutkan hingga 2022 maka kerugiannya kan mencapai Rp18,2 triliun. Kontrak perjanjian antara PAM jaya dengan PT Palyja berlaku sejak 1997 hingga 2022.
"Permasalahannya kontrak dengan dua perusahaan tersebut di era Soeharto tetapi berlanjut hingga saag ini," ujarnya dalam Diskusi Pengelolaan Air di Gedung Joang Menteng, Kamis (17/4/2014).
Dalam kontrak tersebut terdapat aturan PAM Jaya wajib mambayar PT Palyja sebesar Rp7.000 per meter kubik, sedangkan tarif air yang dibayarkan warga kepada PAM Jaya dan Palyja hanya Rp1.000. PAM Jaya harus menanggung Rp6.000 yang harus ditanggung PAM Jaya.
"Perjanjian kerja sama itu menjerat dan melemahkan Pemprov DKI dan PAM Jaya untuk kelola air," ucap Febi.
Menurutnya, selama ini Pemprov DKI tidak berani untuk memutus kontrak kerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan air baku di Jakarta.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menuturkan tidak dapat bisa mengakuisisi Palyja melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya.
Dalam kontrak kerja sama, jika PDAM Jaya memutuskan kontrak dan mengambil alih Palyja maka harus membayar denda Rp4 triliun kepada Palyja.
"Itu perjanjian konyol. Kalau beli dengan PDAM langsung kena Rp4,06 triliun. Kan lucu, saya mau beli melalui Jakpro enggak dikasih," tutur Ahok.